Ada satu momen dari acara Shark Tank yang sudah lebih dari satu dekade melekat di ingatan saya. Seorang pria bernama Johnny Georges berdiri di depan para investor dan mempresentasikan temuannya yang bernama Tree T-Pee, sebuah kerucut plastik sederhana yang dipasang di sekitar pangkal pohon muda. Angka yang ia tampilkan sangat kontras: pohon tanpa perlindungan membutuhkan sekitar 25.000 galon air per tahun, sementara dengan alat itu hanya perlu sekitar 800 galon. Ia menjual produknya seharga 4,50 dolar dan hanya mengambil sekitar satu dolar keuntungan per unit.
Ketika salah satu investor mendorongnya untuk menaikkan harga jual, Georges terlihat benar-benar kebingungan. Ia menjawab dengan jujur, “Tapi ini dijual ke petani.” Cara ia mengucapkannya terasa bukan sebagai strategi bisnis, melainkan sebagai empati yang lahir dari pemahaman mendalam tentang kehidupan petani. Ia tahu margin mereka tipis, kerja mereka berat, dan keberhasilan mereka selalu berada di batas yang rapuh. Salah satu investor bahkan tergerak dan memberikan penawaran tanpa banyak tawar-menawar. Momen ini menjadi pengingat kuat tentang apa artinya membangun solusi dengan dunia pengguna akhir sebagai pusatnya.
Pengalaman itu selalu terngiang dalam pekerjaan saya di bidang biochar. Saat ini, percakapan di industri sering didominasi oleh isu kredit karbon, strategi monetisasi, dan skema pendapatan dari sekuestrasi karbon. Namun saya datang ke dunia ini dari ladang, bukan dari pasar keuangan, dan titik awal itu membentuk seluruh cara pandang saya. Dari sana saya melihat ada dua cara berpikir yang sangat berbeda tentang bagaimana seharusnya biochar diposisikan.
Cara pandang pertama melihat karbon sebagai produk utama. Fokusnya adalah penghilangan CO₂, lalu tanah diperlakukan sebagai “wadah penyimpanan” dan petani sebagai pelaksana proyek. Ekosistem bisnisnya dibangun di sekitar pasar kredit karbon dan kerangka kepatuhan, di mana klien utamanya sering kali bukan petani, melainkan pembeli kredit karbon.
Cara pandang kedua melihat ketahanan ekosistem sebagai produk utamanya. Pendekatan ini dimulai dari realitas petani sekaligus realitas bentang alam yang hidup, di mana pertanian dan kesehatan ekosistem saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan. Perubahan iklim bukan hanya membuat bertani semakin sulit, tetapi juga merusak fungsi-fungsi ekologis dasar yang menopang kehidupan. Dalam cara pandang ini, biochar bukanlah produk penyimpanan karbon sejak awal, melainkan alat untuk memperbaiki kesehatan tanah, meningkatkan daya simpan air, dan memperbaiki siklus hara. Penyerapan karbon justru hadir sebagai manfaat ikutan yang permanen dari sistem yang dirancang untuk membantu petani berhasil dan memulihkan tanah.
Saya telah menyaksikan banyak inovasi pertanian datang dengan gencar lalu pelan-pelan ditinggalkan di lapangan. Risetnya kuat, presentasinya rapi, brosurnya meyakinkan. Namun di antara laboratorium dan lahan, sering muncul jurang yang tidak terlihat: solusi itu ternyata tidak lahir dari realitas kerja lanskap pertanian yang kompleks. Ia bagus di atas kertas, tapi rapuh ketika berhadapan dengan kenyataan.
Mungkin itulah sebabnya momen Johnny Georges tetap begitu kuat di ingatan. Ia bisa saja menaikkan harga. Ia bisa saja mengoptimalkan margin keuntungan. Namun ia memilih mempertahankan produknya tetap terjangkau bagi mereka yang paling membutuhkannya. Bukan karena ia menjalankan amal, tetapi karena ia paham bahwa solusi yang nyata hanya bisa hidup jika benar-benar bekerja di dunia nyata, untuk orang-orang nyata.
Industri biochar masih cukup muda untuk menentukan arahnya sendiri. Kita masih bisa memilih apakah akan membangun sistem untuk kepatuhan administratif atau untuk hasil panen, untuk rekayasa finansial atau untuk kesehatan dasar ekosistem pertanian yang memberi makan kita. Tantangan kita bukan hanya membuktikan bahwa biochar mampu menyimpan karbon, karena itu sudah terbukti. Pertanyaan yang lebih dalam adalah apakah kita mampu membangun industri yang melakukan itu sambil benar-benar melayani sistem kehidupan yang terdampak olehnya, mulai dari petani di lahan hingga jejaring mikroorganisme tanah yang tidak terlihat di bawah kaki mereka.
Dan perbedaan itulah yang, seperti yang dipahami Johnny Georges, membuat semuanya menjadi berarti.


